Ritual Adat Jawa Mulai Lahir hingga Mati-7: Tarub

oleh -995 Dilihat
oleh

Perkawinan yang baik harus berdasar  hari  baik. Orang Jawa selalu mencari hari baik untuk segala yang besar. Dan, pernikahan adalah peristiwa terbesar dalama fase hidup manusia setelah kelahiran.

Jika hari baik sudah ditemukan berdasar hitung-hitungan Jawa dengan patokan Primbon dan Pawukon,  segera mempersiapkan batin calon pengantin. Mempelai perempuan, biasanya menjalani ritual urut dan minum jejamuan. Inilah episode diulik, sebuah ritual urut agar rahim tidak bermasalah, terutama menghadapi malam pertama.

Berikutnya, pasang tarub. Hingga saat ini, masih ada desa di Jawa Tengah, Jogja, dan Jawa Timur yang tetap mempertahankan tradisi tarup. Pernikahan di gedung pertemuan yang tak butuh tarub, hanya terjadi di kota-kota besar. Sedang di kampung-kampung, gotong-royong membuat tarub yang diawali dengan pemasangan bleketepe oleh orangtua mempelai, masih bertahan.

Tarub sejatinya memiliki rangkaian makna simbolik. Dalam tradisi pasang tarub, ada sesaji yang harus dipersiapkan, sealin sebelumnya digelar kenduri dengan aturan pesertanya tidak boleh genap.

Bersama Pak Kaum memimpin doa-doa, tokoh spiritual (biasanya dilakukan oleh orang yang dituakan) menyebar kembang setaman  di empat penjuru tempat: jeding, dapur, pendaringan, halaman rumah. Juga di prapatan atau jembatan  dekat rumah.

Sentuhan terakhir tarub adalaha dengan memasang sesajiyang berisi ayam panggang di atas genting. Pada fase itu, rumah sudah berhias janur. Di pintu masuk tarub, diletakkan sejumlah tanaman penuh makna: tebu, alang-alang, opo-opo, daun beringin.

Selain beberapa dedaaunan, kiri-kanan pintu tarub, dipasang kelapa (biasanya kelapa gading). Juga pisang raja sak tundun. Gedang rojo yang masih lengkap belum dipreteli ini memberi simbul kebahagiaan, kebahagiaan, kemegahan seseorang yang berstatus rojo.(bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.