Diskusi Kerawanan Pemilu Serentak dengan Serikat Buruh Migran Malaysia

oleh -256 Dilihat

MALAYSIA,KABARNO COM– Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Malaysia melakukan diskusi dengan Ketua Program Studi S2 Magister Hukum Universitas Semarang (USM) Dr Drs Adv H Kukuh Sudarmanto BA S Sos SH MM MH, di rumah makan nasi lemak Kuala lumpur Malaysia pada 5 Januari 2025.

Diskusi membahas Kerawanan Pemilu Serentak 2024 yang juga dilaksanakan di Malaysia oleh para buruh migran untuk memilih Presiden dan Wakil presiden secara luber dan jurdil.

Kegiatan tersebut dihadiri Direktur Pascasarjana USM, Prof Dr Indarto SE MSi, Staf Administrasi MH Evi, SE, MM dan 44 mahasiswa Semester III yang melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan.

Sedangkan dari SBMI hadir wakil para pengurus antara lain Sholikin Abd Hakim, Hendy Nurhadianti, Suprapti, Septiana dan Nashikin.

Direktur Pascasarjana USM Prof Dr Indarto SE MSi dalam sambutannya mewakili Rektor Dr Supari Priambodo ST MT menyampaikan salam kepada para pekerja migran Indonesia di Malaysia.

”Dalam kesempatan yang baik ini, teman teman dari SBMI bisa berdiskusi terkait pemilu dengan Kaprodi MH USM yang merupakan pakar Hukum Tata Negara, sekaligus pengajar mata kuliah hukum pemilu,” ujarnya.

Kerawanan Pemilu Serentak 

Sementara itu, Dr Kukuh memaparkan kerawanan pemilu serentak tahun 2024 yang berfocus pada tahapan pencalonan, kampanye dan perhitungan suara.

Kerawanan pemilu provinsi, menurut Dr Kukuh, yang cukup tinggi yakni 13 persen ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Hawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

Sedangkan kerawanan pemilu tingkat provinsi, kabupaten/kota meliputi pada tahapan perhitungan suara adanya protes keberatan para saksi. Pada tahapan kampanye, adanya praktik politik uang, pelibatan aparatur pemerintah dan penyelenggara negara, penggunaan fasilitas negara dalam kampanye dan konflik antar peserta dan antarpendukung calon.

”Pada tahap pencalonan, adanya penyalahgunaan kewenangan oleh calon dari unsur Petahana. Sedangkan pada konteks sosial politik adanya ancaman, intimidasi dan kekerasan secara verbal dan fisik serta perusakan fasilitas penyelenggara pemilihan,” kata dosen mata kuliah Hukum Pemilu yang baru saja meluncurkan buku “Hukum Pemilu di Indonesia dan di Era Digital”.

Menurutnya, ada isu strategis yang “digoreng” oleh lawan politik yaitu tentang netralitas aparatur pemerintah dan penyelenggara negara, praktik politik uang polarisasi masyarakat dan dukungan publik, penggunaan media sosial untuk kontestasi, konteks adanya keserentakan pemilu, faktor keamanan, kompetensi penyelenggara pemilu tingkat di TPS, hak dipilih dan memilih dengan pemutakhiran data yang akurat, layanan kepada pemilih penyandang disabilitas, adanya bencana alam dalam distribusi politik, perselisihan hasil pemilu, kebijakan pemilu yang berubah.

” Respons mereka cukup bagus. Hal itu terlihat dari banyaknya pertanyaan dan sharing yang disampaikan ke Dr Kukuh.”

Anggota SBMI, Sholikhan misalnya, menilai tingkat partisipasi pekerja migran cukup rendah. Hal itu dikarenakan faktor domisili pekerjaan, misalnya di perkebunan Kelapa Sawit, tentang dokumen yang dimiliki para pekerja migran, baik paspor, KTP, akta kelahiran maupun KK.

Selain itu, juga unsur penyelenggara dan pengawas pemilu yang jurang solid, sinergi, lamban atau tidak berani mengambil keputusan dengan cepat.

Hal senada diungkapkan rekannya, Isroi, SH. Menurutnya, banyak regulasi para pengerajin tenaga kerja yang tidak patuh pada peraturan perundang-undangan. Diskusi makin gayeng saat tema diskusi mengangkat tentang berita hoaks, politik uang terhadap para pekerja migran.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.