Sudah semestinya. Sebagai orang baru, saya mesti mengenal lebih dekat para pegawai. Tak peduli, status orang baru itu, adalah calon pemimpin mereka. Kepala Kantor OJK Provinsi Jawa Tengah.
Entahlah. Saya kurang faham mana frasa yang pas: mengenal lebih dekat atau mengenal lebih jauh. Tapi saya memilih pakai istilah mengenal lebih dekat. Terasa akrab.
Memang di awal masuk Jawa Tengah, tak banyak pegawai yang saya kenal. Bahkan pada level direktur dan deputi direktur, tak satupun saya kenal. Dan, saya yakin, mereka juga tak tahu siapa gerangan pimpinan barunya.
Nah, problematika berikutnya, sebagai pendatang baru, saya awam dengan permasalahan yang ada di kantor. Barangkali, kalau mau mudah, saya bisa mendapat bahan-bahan dari para pejabat di kantor OJK Jateng. Saya percaya dengan mereka. Tapi rasanya, lebih nyaman jika saya mendapatkan informasi dari tangan pertama. Jadi, saya ingin mendengar langsung dari pegawai yang mengalaminya.
Dari pengalaman saya, seseorang yang mengenali permasalahan, biasanya punya ide dan alternatif pemecahannya. Nah, di sinilah saya ingin tahu apa yang pegawai usulkan. Dengan begitu, saya akan tahu mana pegawai yang memiliki potensi, inovatif, dan solutif. Ini bekal saya untuk nantinya merekomendasikan atau tidak pegawai tersebut ke jenjang karir berikutnya.
Dalam hal ini, rasanya saya menemukan cara untuk mengenal secara dekat dengan pegawai sekaligus mendapatkan isu permasalahan serta usulan solusi dengan ngobrol santai langsung dengan pegawai. Kalau ini sukses bolehlah dibilang dengan sekali dayung, dua atau tiga pulau terlampaui.
Agar para pejabat lain tak merasa tersinggung jika tiba-tiba ada staf yang bisa langsung akses ke pimpinan tertinggi di kantor, saya menjelaskan apa yang ingin saya lakukan dan saya pun ajak secara bergantian para pejabat untuk mendampingi.
Saya meminta acara ngobrol dengan pegawai untuk dicarikan nama yang pas. Agar tak terasa terlalu formal, perbincangan dikemas dengan sarapan bersama. Dan, makanan khas Semarang yang terpilih untuk menemani obrolan santai ini adalah soto. Jadilah nama kegiatan mengerucut pada Nyoto Kalihan Sumarjono yang kalau disingkat menjadi NKS.
Nyoto Kalihan Sumarjono (NKS) menjadi kegiatan rutin dua mingguan. Pejabat maupun pegawai disilakan untuk bergabung. Siapapun boleh ikut dengan terlebih dahulu mendaftar. Agar ngobrolnya terasa akrab, peserta dibatasi paling banyak empat orang setiap kali Ngobrol Kalihan Sumarjono.
Jadilah ruangan kerja saya disulap menjadi mirip restoran dengan meja bundar lengkap dengan perangkat makan. Ada enam tempat duduk plus satu untuk petugas mencatat hasil NKS ini. Enam karena saya ditemani oleh satu direktur atau deputi direktur di saat direktur ada tugas lain.
Modal yang tidak terlalu besar saya keluarkan di hari Selasa setiap dua minggunya. Peserta NKS tak perlu repot-repot untuk membayarnya dengan uang.
Mereka cukup membayar dengan kehadiran, perkenalan, dan penyampaian permasalahan serta usulan pemecahannya. Saya lebih banyak mendengarkan, sesekali mencatat, dan sedikit bertanya. Tentu porsi waktu terbesar saya adalah untuk menyantap suap demi suap soto, sementara teman-teman menyampaikan berbagai masalah dan gagasan penyelesaian.
Petugas pencatat hasil NKS merekam semua pembicaraan dan dalam waktu yang tak lama notulen hasil NKS tersajikan. Dari permasalahan yang disampaikan oleh pegawai, saya coba pilah dan pilih menjadi mana yang urgent untuk diselesaikan dan mana yang bisa sedikit ditunda. Bahkan ada pula yang belum bisa diselesaikan jika terkait dengan satuan kerja lain atau keterbatasan anggaran.
Setelah ada list prioritas masalah yang perlu diselesaikan, saya membawa hal ini dalam rapat pimpinan. Tujuannya tentu untuk menyepakati bahwa permasalahan yang ada memang urgent untuk diselesaikan dan yang tidak kalah penting adalah unit kerja mana yang mesti melakukan penyelesaian masalah dimaksud.
Untungnya saya bergabung dengan Kantor OJK Provinsi Jawa Tengah masih di awal tahun. Dengan demikian, anggaran masih cukup leluasa untuk dialokasikan.
Beberapa hasil dari NKS yang jelas boleh dibilang cukup sukses antara lain terkait usulan salah satu peserta NKS yang menginginkan suasana gedung kantor yang lebih tertata baik dan lebih aman. Bagian logostik menjawabnya dengan membuat Flexible Office Space (FOS), penataan gedung utama, adanya ruang komunal, cafe literasi, bahkan hadirnya galeri gedung kantor.
Contoh lainnya tentang usulan agar Kantor OJK Provinsi Jawa tengah mempelopori gerakan pelestarian lingkungan (go green) khususnya penggunaan kertas. Satu hal yang sering saya perhatikan pula bahwa petugas penerima surat masuk sering pulang malam karena mesti melakukan scan atas seluruh surat masuk untuk dimasukkan dalam sistem pengelolaan naskah dinas dan arsip Otoritas Kasa Keuangan.
Peluncuran program OJK Jateng On Mail merupakan cara untuk mengurangi penggunaan kertas. Industri Jasa Keuangan dan masyarakat tidak perlu menyampaikan surat dalam bentuk kertas namun cukup mengirimkannya melalui surat elektronik (email). Program ini sekaligus mengurangi beban kerja pegawai yang tadinya mesti lembur men-scan dokumen. Efisiensi juga mestinya dirasakan oleh industri mengingat tidak perlu kertas, printer, dan ongkos pengiriman surat.
Usulan juga ada dalam hal pengawasan terhadap bank-bank yang dimiliki oleh pemegang saham yang sama. Ini untuk menjawab permasalahan tentang temuan yang kurang komprehensif sebelumnya. Caranya adalah dengan pemeriksaan bersama pada waktu bersamaan dan melibatkan pengawas dari kantor OJK yang berbeda namun masih di wilayah Jawa Tengah dan DIY. Koordinasi antar tim pemeriksa dilakukan pada saat pemeriksaan sehingga temuan pada pemeriksaan bank satu digunakan referensi untuk mengetahui apakah hal ini terjadi pula di bank lainnya.
Begitulah. Nyoto Kalihan Sumarjono tak hanya mengenyangkan namun nyata-nyata mendekatkan pimpinan dan pegawai sekaligus menampung berbagai aspirasi pegawai.
Salam NKS